Rabu, 10 Februari 2010

Aku Tak Perduli

Aku tak perduli…
Terserah kau mau berbuat sesuka hatimu
Aku tetap tak perduli…
Bila kau ingin tinggalkanku sendiri

Aku tak perduli…
Bila kau mau menduakanku.
Dan aku tidak akan perduli…
Bila akhirnya ku akan kehilanganmu.

Aku tak akan peduli…
Apalagi meneteskan airmata untukmu.
Dan aku tak akan pernah perduli…
Karena aku tetap kuat
Walau kau tak ada disisiku.


Memory: 19 Jan ‘09

Senin, 04 Januari 2010

Tetaplah tersenyum Ibu


Kau suatu kebanggaan bagiku
Kau mutiara indah dalam hidupku
Tiada siapapun yang mengantikanmu

Ibu…
Sungguh mulia hatimu
Kau korbankan segalanya hanya untukku
Tak ada yang bisa kuberikan untukmu
Hanya pengabdian yang tak berharga dariku

Ibu…
Teruslah tersenyum untukku
Karena setitik saja senyumanmu
Bagai embun dipagi hari yang mampu menyirami hatiku





 Terkhusus untuk Ibunda Q

Memory 1 Jan '09

 

Tak Harus Memiliki

“Aku berusaha”
Lelah rasanya dengan perasaan ini. Sakit rasanya menyimpannya didalam. Namun sekuat apapun dan sekeras apapun aku berusaha mengeluarkannya, ia tetap bersihkukuh untuk bertahan. Bertahan untuk terus-terusan menyiksaku. Emh…bangus! Kini aku bakal makin terpuruk.

“Bodoh…!”
Jelas-jelas aku tahu dan sadar betul keadaannya. Tapi aku tetap nekat. Eka apa yang kau lakukan?. Kau tahu betul bagaimana hatimu. Kau tahu betul sistemnya. Lalu mengapa kau masih ceroboh?.

“Aku berusaha semampunya”
Sekuat tenaga kucoba untuk tegar. Semampunya aku berusaha untuk tetap kuat. Dan aku yakin aku bisa. Walaupun tak mudah, aku tak akan menyerah.

“Eka, kau kuat. Rintangan yang ini gak akan berpengaruh banyak. Yakinlah.”
Aku menyakinkan dan menguatkan diriku sendiri. Sebenarnya aku mulai bosan dengan keadaan ini, tapi hati ini terlalu egois. Ia tetap bertahan dengan keputusannya, tanpa melihat betapa menderitanya aku.

“Terserah padamu!”
Aku menyerah, menyerah membujuknya untuk berhenti dengan perasaan ini. Aku yakin ini hanya sementara, sebentar lagi ia akan pergi. Hanya perlu menjaga jarak, setelah itu ia tak akan ada lagi dipikiranku.

“Perasaan ini jangan dituruti”.
Nanti ia akan bersikap manja dan terus ingin dimengerti. Nanti ia akan egois hingga ia merasa ia pantas mendapatkan apapun yang ia mau.

“Tak harus memiliki”
Tak semua yang kita inginkan dapat selalu kita dapatkan. Tak semua jalan kehidupan kita sesuai dengan kehendak kita. Tak semua harapan kita dapat terpenuhi. Dan aku yakin telah ada skanerio sempurna yang ditulis Tuhan untuk setiap umatnya.

“Ini bukan akhirnya”
Eka, dunia tak akan berhenti berputar hanya karena masalah ini. Kau pernah melewati yang lebih sulit dari keadaan seperti ini dan kau masih bisa bertahan malah lebih baik. Ini hanya salah satu sudut yang mesti kau lewati dalam perjalanan hidupmu. Salah satu ujian yang mesti kau ikuti dalam ujicoba kesabaranmu. Salah satu pertandingan yang mau tak mau harus kau ikuti untuk lulus seleksi kekuatan bathinmu.

“Jangan menyerah!”
Bukanlah Eka, kalau aku menyerah hanya dengan masalah ini. Aku akan ditertawakan apabila aku menyerah dan berhenti. Sia-sia saja perjalanan panjangku kalau aku terhenti disini dan kalah dengan perasaanku.

“Aku berjanji”
Aku akan bahagia. Aku akan tertawa. Aku tak akan menyerah. Kutantang musuh yang lebih kuat dari mengalahkan perasaanku sendiri. Aku tak akan terpuruk. Dan akan kalian lihat, senyuman akan selalu mengiringi langkahku. Kalian akan rindu wajah murungku, apalagi tangisanku. Karena kalian tak akan melihatnya lagi.

“Terkadang Ingin Q”



Terkadang aku ingin menjadi debu, terbang ringan saat dihembus angin. Namun seketika inginku berubah, aku tak ingin menjadi debu, karena debu kotor dan menyesakkan. Terkadang aku ingin menjadi karang dilautan, tetap berdiri tegar walau dihempas ganasnya samudera lautan. Namun inginku berubah, aku tak ingin menjadi karang, karena karang hanya sendirian dan kesepian. Terkadang aku ingin menjadi setitik embun dipagi hari yang bening dan menyejukkan. Namun inginku berubah, aku tak ingin menjadi embun, karena embun hanya hadir  dipagi hari dan jalan cerita akhirnya hanya sampai ketanah saja. Terkadang aku ingin menjadi semangkok Es krim, ia dapat membuat seseorang melupakan sejenak penat dikepalanya dan tersenyum bahagia. Namun inginku berubah, aku juga tak ingin menjadi Es krim, karena es krim hanya bisa bertahan disatu suhu. Yaitu dingin, dan mencair saat panas menyentuhnya.





Andai saja inginku tak berubah karena satu penyebab atau alasan, pasti aku sudah berusaha untuk menjadi Debu, Karang, embun dan Semangkok Es krim. Aku ingin yang sempurna dari inginku. Karena aku manusia. Aku ingin yang sempurna dari inginku, karena itulah aku. Siapapun mungkin akan berpikiran seperti aku, karena itulah kenyataannya. Terlalu egois, saat aku menuntut yang sempurna dihidupku. Terlalu egois saat aku menuntut yang indah  untukku. Dan terlalu egois saat aku menuntut abadi untuk diriku. Namun setiap manusia menginginkannya, bukan hanya aku.





Aku selalu inginku berjalan sesuai keinginanku. Namun kenyataannya tak akan bisa. Tapi aku akan berusaha walau tak sempurna. Aku berusaha jadi debu yang tetap ringan terbang walau banyak orang yang ingin membersihkanku karena merasa aku kotor dan menyesakkan. Aku akan berusaha menjadi karang yang kuat namun tak merasa kesepian. Aku akan berusaha menjadi embun dipagi hari yang menyejukkan namun tak berhenti dan berakhir disatu tujuan. Aku akan berusaha menjadi semangkok Es krim yang siap menghibur seseorang namun tak hanya bisa bertahan disatu suhu apalagi mengorbankan diriku dan mencair.





Aku akan berusaha. Karena tak ada salahnya berusaha tuk menjadi yang terbaik dan sempurna. Apalagi untuk orang-orang disekitar kita.

Kelemahan Q

Berbeda…
Sekarang kita menemukan perbedaan. Kita yang dulu kau anggap punya banyak kesamaan sekarang seperti tak mengenal satu sama lain. Sadarkah kau kita mulai ada perbedaan?. Sadarkah kau kita mencoba menjaga jarak?. Sadarkah kau kita mulai membatasi diri?. Namun memang itulah kenyataan. Aku mulai sadar kita berbeda, aku mulai sadar entah itu aku atau kau yang mulai membuat jarak. Dan aku mulai sadar ada batas sekarang antara kau dan aku.

Jujur aku merasa ada yang hilang. Entah kenapa begitu terasa. Mungkin karena selama ini kita saling melengkapi. Mungkin karena selama ini kita saling mengisi. Atau mungkin karena selama ini kita saling berpegangan untuk menguatkan satu sama lain. Maka dari itu saat mulai ada batas dan jarak aku merasa ada yang hilang. Sangat terasa sekali.

Atau mungkin aku yang terlalu berlebihan?. Atau mungkin aku yang terlalu mendramatisir?. Atau memang aku terlalu egois agar kau terus perdulikanku?. Entahlah…yang aku tahu ada yang hilang. Ada yang berbeda. Dan aku tak tahu betul itu apa.

Mungkin bagiku lebih baik kita sama sekali tidak perduli satu sama lain. Mungkin bagiku lebih baik aku tak usah lagi memikirkanmu. Atau mungkin lebih baik bagiku kita tak usah mengenal satu sama lain. Karena itu membuatku semakin merasa ada yang hilang dariku saat kau tak benar-benar bersamaku.

Aku lemah….
Entah berapa kali lagi aku harus mengeluh dan sadar kalau aku hanyalah orang yang lemah. Entah berapa kali lagi aku mengatakan bahwa aku tetaplah orang yang lemah saat ditempatkan disituasi seperti ini. Dan entah sampai kapan aku akan tetap lemah seperti ini. Dan aku yakin aku akan terus merasa lemah karena aku terbiasa ditemani olehmu. Dan kali ini aku sadar, kau adalah kelemahanku yang nyata.

ThE CrimEr’S

Crimer dingin yang dipenuhi warna itu menggodaku, ia berkata “Hai…gadis yang selalu berusaha untuk menjadi cewek yang tangguh, penatkah kau dengan kehidupanmu?, sentuh aku, maka kau akan melupakan sejenak bebanmu”. Aku merasa itulah yang dikatakan sang penghibur itu padaku saat aku melihatnya. Es krim, ia ku beri julukan “sang pengibur” karena ia selalu siap menghiburku saat aku merasa tak ada seseorangpun yang mengerti aku. Saat aku merasa tak seorangpun paham akan apa yang ada dipikiranku. Saat aku merasa tak ada seorang pun mengerti aku. Dan aku menumpahkan semua masalahku dengan melahapnya.

Crimer yang dipenuhi warna itu benar-benar mengerti aku, ia berkata “ Tian, lupakan semuanya. Sentuh aku, tak usah kau perdulikan yang lain. Ku yakin kau kuat”. Aku merasa itulah yang dikatakannya saat aku memutuskan untuk berbagi padanya. Saat aku merasa tak seorangpun yang mampu mendengar aku sepenuhnya seperti dia. Saat aku merasa tak seorangpun siap mendengarkan beribu ceritaku tanpa merasa bosan. Saat aku merasa tak seorangpun sanggup memberi solusi padaku dan mampu menghiburku seperti dia.

Crimer dingin yang dipenuhi warna itu benar-benar paham aku yang sebenarnya “Aku mendengarmu, luahkan semua keluh kesahmu. Tak usah sungkan”. Aku merasa itulah yang dikatakannya saat aku memutuskan untuk melampiaskan padanya semua yang ada dihatiku. Saat aku merasa hanya dia yang bisa aku percaya. Saat aku merasa hanya dialah temanku. Saat aku merasa aku sendiri disini.

Crimer dingin yang dipenuhi warna itu adalah sang penghiburku, penyemangatku, dan sahabatku. Walaupun ia tak nyata. Aku tetap bahagia karena ia selalu menemaniku. Saat aku benar-benar merasa hanya dia yang selalu ada disampingku saat aku sedang membutuhkan seseorang untuk menemaniku.

Akhirnya Q DapaTkan



Merasa tenang. Entah mengapa aku merasa tenang disini. Merasa tenang apabila aku berada dirumahku. Mungkin karena melihat wajah Ibu yang menyejukkan atau mungki kecerian adik-adikku yang membuatku tak pernah merasa bosan. Walaupun terkadang aku harus bergelut dengan perasaanku karena merasa kesal dengan orang-orang yang menganggap bahwa keluargaku adalah bebannya, namun aku tak perduli. Bagiku yang terpenting sekarang adalah bisa melihat keluargaku dalam keadaan baik-baik saja.


Andai saja ketenangan ini abadi saat aku kembali ke Medan nanti. Aku takut gelisahku akan kembali lagi mengodaku saat aku melihatnya atau mungkin mendengar suaranya. Andai saja aku tak mengingatnya seperti sekarang. Aku takut bayangannya nanti akan terus mengoda tidurku tiap malam hingga membuatku tak tenang. Andai senyumku bisa lepas  seperti sekarang. Aku takut saat melihatnya aku berpura-pura bahagia padahal hatiku terluka.


Salahku memang. Seharusnya aku tak perlu bersikap seperti ini. seharusnya aku tak pernah  punya perasaan ini. Namun aku bisa berbuat apa?, ia telah memilih dan aku tak dapat menolaknya. Salahku memang. Saharusnya aku bisa mengontrol kestabilan logikaku. Namun aku sudah berusaha, dan tetap saja aku terjatuh juga.


Seharusnya aku sadar, aku hanya butuh Ibu dan keluargaku. Hanya itu. Karena merekalah selama ini aku bertahan. Walau terkadang aku merasa fase kehidupan yang aku lewati saharusnya belum pantas dihadapi oleh gadis sepertiku. Aku belum sepenuhnya sadar bahwa selama ini merekalah kekuatanku. Bodoh, mesti perlu waktu lama dan merasa sakit yang teramat seperti ini baru menyadarkanku kalau merekalah penguatku.



Aku sekarang hanya butuh mereka. Aku hanya butuh senyum mereka. Aku hanya butuh canda mereka. Setelah itu, aku rela mesti harus tersiksa perasaan berkali-kali, asal mereka tetap disampingku. Aku rela tak tenang pada malam hari asal mereka tersenyum padaku. Aku rela tak bisa mengontrol logikaku asal terus bercanda dengan mereka. Dan aku yakin, aku sanggup.




Kau "Egois"




Ingin sekali kucampakan hati ini. Ingin sekali kugantikan hati ini dengan hati orang lain saja. Aku tak pantas memiliki hati ini, aku bukan menyalahkan Allah karena telah menempatkannya disalah satu organ dalam tubuhku. Tapi aku merasa hati ini tak sesuai denganku.





Hati ini terlalu egois. Ia memilih dan menjadi bagian dari organ orang yang salah. Dia terlalu egois, ia memasukkan seseorang yang dalam keadaan tidak sadarpun tak boleh aku masukkan dalam salah satu ruang terkhusus dihatiku. Ia terlalu egois, saat aku perintahkan untuk mengusirnya ia malah mengajaknya terlalu dalam kesudut hatiku sehingga membuat aku semakin susah mengeluarkannya.





Hati ini terlalu egois. Ia  tak memikirkan perasaanku. Aku coba menetralkan apa yang aku rasakan bersama alam sadarku, ia malah bekerja sama dengan imajinasiku untuk menjebakku dan seenaknya menjerumuskanku kedalam jurang yang telah kudaki sekuat tenaga untuk dapat sampai kepermukaan. Bukannya membantuku naik dengan mengulurkan tangannya, ia malah sengaja menyentuhku dan segaja melepaskan peganganku dibebatuan kestabilan logikaku saat aku tinggal menginjakkan bathinku diatas puncak keikhlasan.





Hati ini terlalu egois. Ia tahu betul tak mudah memasukkan seseorang ke dalam ruangan itu, dan ia juga tahu betul tak mudah pula mengeluarkannya. Lalu mengapa ia tak berpikir dan memilah terlebih dahulu sebelum memasukkannya?. Ia terlalu egois, memilih tanpa bernegosiasi padaku terlebih dahulu. Ia terlalu egois, bertindak tanpa meminta pendapatku terlebih dahulu. Sekarang aku rasa ia semakin egois, karena sekarang ia malah tak mau tahu dengan apa yang aku rasakan. Ingin sekali rasanya aku keluarkan hati ini.





Hati ini…


Bisakah kau tak terlalu egois?. Tolong! Usir dia dari dalam.


Hati ini…


Bisakah kau tak terlalu egois?. Tolong! Sebelum kau memilih seseorang, bernegosiasilah padaku terlebih dahulu.


Hati ini…


Bisakah kau tak terlalu egois?. Tolong! Sebelum bertindak mintalah pendapatku terlebih dahulu. Agar aku tidak terlalu tersiksa. Agar aku tak terlalu sakit. Agar aku tak terjatuh lagi dan terpaksa mendaki dari dasar jurang yang dipenuhi batu cadas yang bukan hanya akan melukai tanganku saja tapi juga melukai dirimu sendiri.

Memory: 19 Des '09


Minggu, 20 Desember 2009

Mendung Lagi

19 Desember 2009
Langit mendung lagi. Tapi entah mengapa hujan tak juga turun. Hanya mendung. Mendung yang terus menutupi langit yang biasanya kulihat bercorak biru dan indah dipandang mata. Kini gelap, pucat dan tak bersahabat. Mungkin kali ini bumi dalam putarannya. Kelabu. Ia seperti mengerti aku. Ia seperti memahami aku. Entah iya atau tidak. Yang pasti aku aku juga seperti langit kali ini. Gelap, pucat dan tidak bersahabat pada cerah yang diimpikan semua orang.

Aku terlalu memperhatikan langit kali ini. Entah kenapa, yang pasti mendung kali ini juga menyita perhatiaanku. Dan aku mulai sadar, sekarang setiap elemen yang bergerak dan tidak bergerak yang ada diputaran planet ini kesemuanya mampu membuat perhatianku tersita. Hal yang dulu ku anggap tidak penting dan bermakna, kali ini mapau merangsang otak terkecil yang ada dikepalaku untuk berimajinasi.


Mungkin aku juga dalam putarannya. Dalam putaran kesastraan atau putaran kesokromantisan. Aku tak sadar, tulisan ini begitu saja terketik dan lempar kelembar digital ini. Inilah kejujuran yang sejujur-jujurnya. Tak ada rekayasa. Inilah yang sedang kupikirkan dan kurasakan.

Langit mendung kali ini, benar-benar menyita perhatianku dan imajinasiku. Dan tanpa kusadar aku merasa hanya aku yang hidup dan merasakan mendung kali ini.

Kamis, 10 Desember 2009

Sadarkan Q


Tian…!
Pikirku….
Seharusnya ku tak usah memiliki perasaan ini. Membuatku makin terpuruk. Semakin ku menolaknya, ia mlah semakin memaksa. Ku coba tuk perduli, ia malah semakin mengoda. Bagaimana ini?.
Tian…!
Pikirku…
Sadarlah, perasaan ini akan membuatmu semakin kacau dan terpuruk saja, maka dari sekarang kau harus menempatkan hatimu. Jangan memindahkannya.
Tian…!
Pikirku…
Ini hanya perasaan sementara, tak bertahan lama. Kau tahu kenapa?, karena kau mulai goyah. Maka dari itu, kuatkan dirimu sendiri. Yakinlah kau mampu.
Tian…!
Pikirku…
Dia semu, mungkin angin yang singgah sedetik, memang menyejukan. Tapi tetap saja tak bisa kau sentuh wujudnya. Hanya merasakannya hadir didekatmu.
Dia indah, namun ibarat mentari, cahaya yang singgah dipagi hari, memang menenangkan. Tapi tetap saja , ia hanya datang saat bumi benar-benar memasuki putarannya.
Tian…!
Pikirku…
Ini hidupmu, kau sudah cukup bahagia. Dan nikmatilah. Yang pasti ia menyayangimu. Itu saja. Mungkin cukup. Karena bukan berarti cinta harus memiliki.
Tian…
Pikirku…
Hanya kau yang bisa menyemangatimu. Maka semangatlah….!

Sabtu, 05 Desember 2009

“Bodohnya”, Pikirku




Langit berubah warna, menampakkan bahwa ia telah lelah dan mengeluh, mengeluh karena ia telah lelah. Lelah terus mengisi sudut teratas bumi ini. Seperti aku, aku juga telah mengeluh lelah, lelah akan rutinitasku. Yang sepertinya malah tak mengenal sudut bumi ini. Bumi ini dipenuhi suara-suara bising yang memekakkan teliga, terlalu ramai , tapi entah mengapa aku merasa hanya satu suara yang terdengar dan mengaggu kosentrasiku. Yaitu jerit kegalauan lelahnya pikiran dan perasaanku.
Dari awal aku sudah mengeluh, mengeluh dan menyerah pada keadaan. Mengeluh dan berkata aku tak akan sanggup. Namun berbagai sudut kehidupan yang aku lalui berusaha menguatkanku, mendukungku, menopangku , hingga aku dapat bertahan sampai sekarang. Namun, penopangku nampaknya juga tak bisa menahanku sekarang. Aku benar-benar telah sampai pada titik kelemahanku, dan aku benar-benar menyerah. Aku menyerah.
Entah apa yang ada diotakku sekarang ini, namun yang pasti. Organ terkecil yang berisi seonggok danging ini merasa tak sanggup lagi untuk berpikir. Merasa ingin mengeluarkan semua yang ada didalamnya, merasa lelah dan ingin berhenti untuk sejenak menelusuri sudut tak berujung kehidupan ini.
Perasaan ini telah kutepis habis-habisan, aku sendiri bahkan tertawa mengejek karena aku mulai tersadar, ternyata begitu mudah membuatku menyerah dengan keadaan ini. Aku yang selama ini berpikiran mampu tegar menghadapi segalanya dan berusaha kuat ternyata kalah hanya dalam satu babak. Hanya satu babak, ibarat dalam pertarungan aku kalah hanya dalam babak penyisihan. Dan aku adalah salah satu manusia yang tersisih dalam babak ini. Ironis, menyakitkan, seorang manusia yang kalah dalam perjalanan hidupnya. Dan ditemukan dalam keadaan menyerah dan mulai putus asa.
Aku tetap berusaha, bangkit dan menguatkan diriku sendiri. Aku berusaha, kembali memasuki babak pertarungan ini. Dan berusaha agar dibabak berikut nantinya, aku bisa masuk kebabak-babak selanjutnya. Bahkan akan berusaha menjadi pemenang.
Terlalu dangkal, kalau aku terus mengeluh dan menyerah lalu tak berusaha bangkit kembali, malah sibuk meratapi lelahnya bathinku. Aku akan berusaha. Berusaha. Dan mengeluhku kali ini akan kujadikan sebagai referensi untuk pertarunganku dibabak berikutnya,berusaha untuk menjadi sang pemenang. Semoga...   

Selasa, 24 November 2009

Dan Q Baru TersadaR

Pernahkah kau tahu, saat hujan apa yang paling ditunggu?. Pelangi.
Pernahkah kau tahu, saat air sedang pasang apa yang paling ditunggu
?. Suara ombak.
Dan pernahkah kau tahu, apa yang ditunggu seseorang saat salju?. Musim semi.
Namun mengapa kau tak pernah tahu, perasaan datang tanpa kau sadar.

Ragu...
Kata yang paling melandasi setiap manusia yang tanpa sadar telah dikuasai oleh hatinya.

Bodoh...
Mungkin kata yang tepat untuk mengambarkan manusia yang tidak sadar dengan apa yang dirasakannya. Padahal telah banyak yang dirasakannya.

Dan Munafik...

Mungkin kata yang tepat untuk mengambarkan manusia yang mengingkari apa yang dikatakan oleh hatinya. Menghindar dari takdirnya.

Jangan Seperti ini Pada Q


"Dan tanpa Q sadar aku telah jatuh cinta".
Cinta…
Makna cinta sendiri aku belum tahu pasti, namun mengapa? Aku sudah berani-beraninya mengatakan bahwa aku telah jatuh cinta. Yang kutahu, aku tak bisa jauh darinya, yang aku tahu aku selalu ingin bersamanya, yang aku tahu, aku selalu mengkhawatirkannya, yang aku tahu, aku selalu cemburu bila ia lebih memperhatikan seseorang dibandingkan aku. Dan yang aku tahu, aku rela mengadaikan perasaanku asal ia tetap bahagia.

            Cinta gila…
Mungkin lebih pantas dikatakan demikian. Bodoh dan bodoh. Hanya kata bodoh yang kupersembahkan untuk diriku sendiri terucap begitu saja  dihati saat hati mulai sadar kenapa aku berkorban seperti ini. Kenapa?. Anjinglah…
Hhah…aku marah pada diriku sendiri. Marah pada keadaan. Marah pada dia, kenapa membuat aku seperti ini. Kenapa membuatku memiliki perasaan padanya. Anjinglah…aku benci akan perasaan ini. Benci…!.

            Hah…ingin sekali aku keluarkan hati ini, biarlah aku tak usah memiliki hati. Agar aku tak perlu merasakan, Sakit. Anjinglah…Sakit sekali rasanya. Kenapa aku harus memiliki perasaan ini. Kenapa?.

            Ingin sekali aku teriak, teriak kepadanya didalam mimpi “Anjinglah kau, menjauh dari hidupku, apa sebenarnya yang kau inginkan?, mau membunuhku perlahan-lahan?”
Hah…putus asa, aku lemah, sekuat tenaga kutolak perasaan ini. Tapi, aku juga manusia. Aku juga punya batas, dan aku tetaplah wanita. Aku sudah berusaha.

            Kumohon, jauhi aku. Jangan lagi mendekat. Kalau ka uterus mendekat, aku yakin, tak lama lagi, aku mungkin akan mati.

           

Kamis, 19 November 2009