Selasa, 17 November 2009

Telah Sampai BaTasnya



Aku mungkin telah sampai pada titik kelemahanku yang sesungguhnya. Aku mungkin telah sampai pada titik keputusasaan yang tak bisa lagi terbendung. Atau mungkin aku telah sampai pada puncak ketidakberdayaanku yang nyata . Yang pasti aku mulai lelah, lelah sekali. Seluruh saraf dalam otakku rasanya tak mampu tuk diperintah lagi, diperintah untuk bertahan.


Apalagi malam ini “13 Nop 2009”. Saat ku putuskan untuk ikut bersama teman-temanku yang lain untuk makan. Sekedar untuk menghibur hati. Aku mencoba menutup mata, berpura-pura tak terjadi apa-apa. Aku lupa, siapa diriku yang sebenarnya. Aku lupa aku tak akan bisa berpura-pura. Aku lupa, aku tak akan mudah menyembunyikannya. Aku mencari masalah, mencari masalah untuk diriku sendiri, bagai mengali kubur untuk mayatku sendiri. Mencari masalah untuk hatiku, dan akulah orang yang membuatnya sakit.



Terkadang aku merasa, akulah cewek terbodoh yang pernah Tuhan titipkan di bumi ini. Cewek terbodoh yang diberi kesempatan untuk menikmati salah satu maha karya-Nya. Aku menikmatinya memang, tapi ku terlalu bodoh dan tak bisa memanfaatkannya. Memanfaatkan kesempatan ini, memanfaatkan kesempatan yang diberikan dan mungkin tak akan adalagi kesempatan yang sama. Kesempatan yang sama seperti sekarang. Saat ini aku mulai disadarkan kembali, aku belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan apa yang dikatakan oleh hatiku, sesuai dengan kata-katanya, sesuai dengan apa yang diperintahkannya. Mungkin karena itu ia marah padaku. Terlalu bodoh, munafik dan mengenaskan. Aku bermimpi dari kepompong menjadi kupu-kupu yang indah. Aku bermimpi dari itik buruk rupa menjadi angsa yang cantik. Aku bermimpi menjadi karang dilautan yang tegar dan tak kesepian karena ditemani oleh lautan. Namun sungguh disayangkan, aku hanya bisa jadi ilalang yang tumbuh tak berguna disembarang tempat.


            Mungkin inilah titik kelemahanku, hingga aku tak mampu mengontrol benak kesadaranku untuk percaya pada diriku sendiri. Atau mungkin inilah titik keputusasaanku, hingga aku tak sadar dengan apa yang kukatakan. Dan mungkin inilah titik ketidakberdayaanku, hingga aku tak bisa menguatkan diriku sendiri.


            Aku telah kalah, kalah pada apa yang kupercaya. Kalah, pada titik yang tak mengenal kata kembali atau mengulang. Dan kalah, pada keadaan yang nampaknya kubuat sendiri. Musuhku, adalah diriku sendiri, musuhku adalah hatiku sendiri, dan nampaknya waktu juga merupakan musuh terberatku saat ini. Lalu, aku merasa tak ada teman, Aku yang selama ini menjadi peganganku, ia sendiri telah lemah , hati yang selama ini kuminta pendapatnya malah berbalik menantangku. Dan waktu yang selama ini kuminta untuk menemaniku, kini malah menjauhiku. Lalu, siapa yang akan menuntunku?. Aku telah sampai pada batasnya. Aku telah sampai pada titik kelemahanku. Lemah, karena aku merasa tak ada yang bisa kubuat untuk  menjadi peganganku. Lemah, karena tak ada yang menjadi penguatku. “Aku” , Hatiku, dan juga waktu mungkin telah menjadi musuh bagi diriku sendiri. Namun kuharap “Aku”, Hati dan juga waktu akan kembali mengangkat bendera perdamaian bersama-sama agar aku bisa kembali tersenyum. Dan nampaknya hanya itu harapanku saat ini.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar