Selasa, 17 November 2009

Cinta Tak Berjudul




Hari ini aku masih memandanginya dari kejauhan,masih tetap dari kejauhan.Aku masih belum berani terang-terangan mengungkapkan perasaan ku padanya atau mungkin sekedar ingin berkenalan dengannya.Rasa gengsiku yang terlalu besar mungkin juga mempengaruhinya,jelas saja,aku wanita,jadi mana mungkin aku mengunggakapkan perasaanku terlebih dulu padanya.





“Hayo…,ngintipin siapa?”tiba-tiba wajah indra tepat sekali berada didepan wajahku.


Aku terkejut ,hampir saja aku berteriak,kalau saja aku berteriak dia akan melihatku disini sedang memperhatikannya,dan aku pasti akan malu sekali.


“Indra!,bisa gak si gak mengagetkanku!”aku membentaknya karena aku kesal sekali dengan tingkahnya yang hampir membuat jantungku mau copot,namun dengan nada suara yang masih bisa ku kontrol.


Aku mengelus dadaku,berharap rasa kagetku akan hilang segera,darahku serasa mengucur dari ubun-ubun kepalaku menuju kepergelangan kakiku sehingga membuat aku mau pingsan.aku memang lemah apabila dikagetkan.


“Aku bisa mati muda kalau kau terus-terusan mengagetkanku”


“Abis kebiasan tahu,emang ngintip apaan si?”indra bertanya padaku dengan entengnya sambil mencari-cari apa yang dari tadi kuperhatikan hingga membuatku tak sadar kalau ada indra didepanku.


Aku segera menariknya dan beranjak secepat mungkin dari tempat itu agar ia tak tahu apa yang kulakukan tiap kali aku melewati kelas 4 B pagi Jurnalistik,yaitu memerhatikan sosok cowok yang sudah 3 minggu ini menyita waktu,pikiran,hati bahkan ruang mimpiku.Kalau teman-temanku tahu, Seorang cewek bernama Zara yang   mereka kenal  sering berkata aku gak perduli dengan cowok sedang mengagumi seorang cowok, mau ditaruh mana wajahku,Apalagi Indra,diakan orangnya ember bisa-bisa satu kampus tahu kalau aku menaruh hati dengan Diandra,cowok semester 4 yang mungkin menurut mereka memiliki penampilan yang biasa-biasa saja.dan tidak percaya bahwa aku menyukai tipe cowok yang seperti itu.


Aku juga heran,sering aku bertanya pada diriku sendiri apa yang kusukai darinya?aku juga tak tahu.aku bingung,saat kutanya pada diriku apa yang istimewa darinya?aku juga tak tahu,malah semakin bingung. Yang aku tahu,saat aku melihatnya ada rasa yang membuatku bersemangat menjalani hari-hari yang melelahkan dan memporsis tenagaku.Yang aku tahu saat aku melihat senyumannya,aku juga bisa tersenyum walau badai kesedihan sedang menghempasku habis-habisan. Hahhh…terkadang perasaan ini menyiksaku,serasa menjerat leherku,seperti ingin membunuhku perlahan,tapi aku mencoba bertahan,berharap besok aku melihat senyumannya sekedar untuk menjadi pengobatnya.





***


Pagi ini aku berangkat terburu-buru,ibuku juga marah-marah karena aku tak sempat sarapan,aku berharap dapat berhenti sejenak dikelas 4B pagi Jurnalistik untuk melihat senyum Diandra yang segar dan sejuk pagi ini,biasanya aku tak pernah terburu-buru seperti ini namun hari ini aku terpaksa harus mengemudikan sepeda motor ku dengan laju 120 km/jam agar aku bisa melihat senyumnya dan tak meninggalkan jam kuliahku dengan pak Dasopang,dia salah satu dosen  terkiler dikampusku, mengajar teknik Fotografi jadi tak mungkin absent dengannya satu hari ini,walaupun dia kiler tapi aku menyukainya beliau merupakan dosen yang tahu betul bagaimana mengajar mahasiswa yang baik,dan aku salut dengan perjuangannya. Aku sampai dikampus 15 menit sebelum Pak Dasopang masuk kekelasku,aku melemparkan tasku tanpa memperhatikan kemana aku melemparnya,aku segera menuju kekelas 4B tempat Diandra berada.





Huhhh,,,,alangkah kecewanya aku ketika kutemui tak ada wajah yang menyejukkan itu disana,aku terus mencarinya berharap mungkin aku melewati bayangannya.Tapi sama saja,tak ada hasilnya.Aku berniat menanyakan apakah diandra datang hari ini kekampus? kepada bang Rifki,cowok yang mempunyai senyum dan lesung pipi yang manis itu ,namun kuurungkan niatku,apa nanti yang akan kujawab kalau-kalau bang Rifki  bertanya ada perlu apa menanyakan Diandra?Apa aku harus menjawab Aku kagen sama dia! Ah…tak bisa kubayangkan. Bukan kali ini saja,sudah hampir Seminggu ini Diandra tak terlihat dikampus,dan hal itu juga mempengaruhiku,aku enggan melakukan kegiatan apapun,aku seperti tak bersemangat.


“Zar,kau kenapa,aneh banget beberapa hari ini?”Indra menghampiriku sambil menatapku dalam-dalam,mencoba mencari tahu apa yang sedang kupikirkan.


“Gak ada apa-apa kok,aku lagi malas aja”.


“Yakin!,kau sakit ya?”Indra seperti kurang yakin dengan jawabanku.


“Yakin..!,dah ah”aku mencoba menyakinkannya dan beranjak pergi agar ia tidak terlalu banyak bertanya padaku.Aku meninggalkannya sendiri dilapangan basket kala itu dengan segudang pertanyaan yang ada didalam pikirannya.


Satu bulan kemudian,aku tetap tak menemukan Diandra di kelas itu,aku tak tahan lagi,akhirnya aku putuskan untuk menanyakan hal ini,aku tak perduli kalau-kalau nanti akan timbul berjuta pertanyaan dari bibir lelaki manis yang mempunyai lesung pipi  itu.yang penting aku harus tahu keberadaan Diandra agar hati ini juga tak terlalu menekanku,sebab aku sudah mulai susah bernapas.


“Misi,Bg Rifki ya?”aku menyungingkan senyum termanisku padanya berharap ia membalasnya juga dengan senyuman,walau sekedar berbasa-basi.


“Iya,ada apa ya Zar?”jawaban itu diiringi oleh senyuman,kukira itu juga senyum termanisnya yang diberikannya untukku.


Namun,oh…Tuhan dia memanggilku Zara,dia tahu aku,darimana dia tahu aku?


Aku baru tersadar lelaki ini memanggilku dengan nama Zara,aku memang mengenalnya karena yang aku tahu bang Rifki adalah kawan terdekat Diandra.lalu mengapa dia mengenalku?,padahal baru kali ini aku bebicara dengannya.Aku terbengong sambil memikirkan dari mana bang Rifki bisa mengenalku?.


“Abang kenal Zara darimana?”kutanyakan juga akhirnya,karena aku penasaran.


“Zara kan anak Basketnya kampus,jadi hampir semua anak kampus kenal Zara lah”


Sambil menyuguhkan senyuman yang terpancar dari wajahnya disertai lesung pipinya yang sangat menawan itu.kalau saja aku bertemu dengan dirinya lebih dulu daripada Diandra,aku pasti menyukainya bukan Diandra.Aku hanya tersenyum mendengar penjelasaannya.


“O..iya ada apa tadi?”ia bertanya padaku,sepertinya ia sudah tahu maksudku menemuinya.


Tanya gak ya?pikirku dalam hati harus ku tanyakan!ku bulatkan niatku dan kutanyakan tentang Diandra.





***


Sang Embun!


Pagi ini ia  berniat meninggalkan sang daun


Melepaskan diri dari daun hijaunya


Saat ia ingin melepaskan dirinya dari sang daun aku menampungnya


berharap sang embun tak meninggalkan sang daun


karena ku tahu apabila sang embun pergi


daun tak lagi terlihat segar


kuyakin walaupun Matahari menghempas daun dengan sinarnya


sang daun tak akan terlihat kering


karena ada sang embun yang menemaninya dan membuatnya tetap segar


dan takkan kekeringan.


Jadi,sang embun tetaplah bersamaku  sang daun,agar aku tetap segar


Walaupun Matahari terik menyinariku dengan cahayanya.aku tak akan takut karena ada sang embun yang menemaniku


Medan  ,9 Feb 2009


Dipelataran kampus


Sang Daun





Indra





Aku terdiam,mencoba menghayati arti dari surat yang dikirimkan Indra padaku. baru belakangan ini kusadari kalau Indra menyukaiku sejak setahun yang lalu,namun baru kali ini ia memberanikan diri untuk mengunggkapkan perasaannya padaku,itupun melalui surat.Namun aku putuskan untuk tidak terlalu berlama-lama memikirkan tentang Indra,pikiran dan hatiku masih  tetap tertuju pada Diandra, Sudah hampir 2 tahun ini aku menjadi sosok gadis yang berbeda dari sebelumnya, semangatku hilang bersama perginya Diandra kembali ke sisi Sang Khaliq,ia meninggal dunia sehari setelah aku menemui bang Rifki,Saat aku mengetahui keadaannya Diandra telah diterbangkan ke Singapore untuk melakukan operasi Tumor otak,tidak ada harapan memang, karena tumor itu sudah mengerogoti tubuhnya dan sudah memasuki stadium 4,aku tak mampu berkata apa-apa saat itu,nadi dan detak jantungku seakan berhenti saat itu juga, Aku sama sekali tak menyangka wajah yang menjejukkan itu menahan sakit yang teramat sangat ditutupi dengan senyum khas yang dimilikinya.


 Yang membuatku semakin tak melupakannya,ketika kutahu ia juga menyukaiku, bang Rifki menjelaskan dengan sedetail-detailnya,tanpa ku sadari Diandra juga sering memperhatikanku,saat aku sedang main basket,tersenyum dibalkon kampus,bertengkar diparkiran,dan lahapnya makan mie ayam.Aku meneteskan air mataku didepan Bang Rifki saat mendengarkannya bercerita tentang Diandra, tak ada lagi batas antara kami waktu itu walaupun aku dan bang Rifki baru kali itu berbicara . Diandra  juga menitipkan selembar surat untukku.








Wahai sang Bintang!


Sudah lama aku ingin menghampirimu,namun sepertinya  ada jarak diantara kita ,entah apa yang membuat jarak tersebut,tapi aku yakin aku masih butuh waktu lama untuk merobohkan jarak tersebut, namun kenyataan yang aku alami, aku tak punya waktu banyak untuk menghancurkan jarak itu.


Bintang


aku tak tahu kenapa pandanganku selalu tepat diwajahmu,saat aku berjalan lurus kedepan dan tak ingin menoleh kebelakang tubuh dan getaran hatiku menolaknya.Seperti 2 minggu yang lalu,aku terlambat masuk jam kuliah Pak Dasopang,tahukan?,dosen kiler namun banyak disukai Mahasiswa,semua mahasiswa tidak ingin berurusan dengannya,karena kau juga pasti tahu amat sulit  lepas dari hukumannya dan akan terus menerus jadi sorotannya sampai ujian Akhir nanti berakhir,begitu juga denganku,aku tak ingin dihukum olehnya,jadi waktu itu aku berlari sekencang mungkin untuk masuk kekelasku tepat pada  waktunya,namun sesampainya dibalkon kampus aku melihatmu sedang bercanda tawa dengan sahabatmu,aku berjalan melambat dan memeperhatikan tiap  lekuk senyuman yang terluncur dari bibirmu.sampai aku melupakan bahwa aku harus masuk jam kuliah pak Dasopang, belum lagi di parkiran belakang,aku melihatmu sedang beradu mulut dengan mahasiswa yang memarkirkan sepeda motornya tepat disamping sepeda motormu aku tak tahu betul apa masalahnya,yang aku lihat betapa lucunya mimik wajahmu ketika sedang marah, kau tak pernah takut memandangnya walaupun dia laki-laki dan memiliki postur tubuh yang lebih tinggi darimu.Tapi,yang paling ku ingat ialah ketika  kau cidera saat pertandingan persahabatan antar Universitas,aku melihat kau sangat kesakitan waktu itu,namun aku sedikit lega karena ku lihat ada Indra yang merawatmu.


Wahai sang Bintang


aku mungkin tak akan bisa melihat lagi seluruh yang unik dari dirimu,namun sang bintang tetaplah menjadi yang bersinar untuk ku agar aku tak merasa gelap datang menghampiriku.





Medan,21 April 2008





          Ketika hati sedang gundah


                        


                    Diandra








Sampai sekarang aku masih ingat betul setiap larik dan baitnya,karena setiap aku merindukan senyuman itu aku akan membacanya dan berakhir dengan air mata menetes dilembar tubuh surat yang ditinggalkan Diandra untukku dan tergeletak disamping kasurku,menemaniku tidur untuk dapat memimpikannya.


Aku memang menyesal,menyesal tak pernah mengungapkan perasaanku pada Diandra saat aku masih memiliki kesempatan itu,namun setidaknya ada kenangan manis yang ditinggalkan Diandra untukku,dan kenangan manis itu mampu membuatku bertahan sampai sekarang,walaupun semangat ku hilang bersama  perginya Diandra namun ada semangat baru yang ditinggalkan Diandra untukku,semangat yang membuatku lebih memaknai arti hidup dan tersenyum dengan ikhlas walaupun cobaan hidup terasa pahit sekali menghampiriku.walaupun cinta ini tak berjudul karena tak pernah mendapat penjelasan dari Diandra,namun aku sudah cukup bahagia,karena setidaknya Diandra juga membawa foto wajahku dalam bingkai hatinya walau kesakitan yang menjemput dan merengut nyawanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar